Kamis, 01 Oktober 2009

When i was slightly younger and the world still looks so much more fun





"Nine years old and climbing out the house

Through a song played on piano

By my neighbors Les and Ray

I put my head up against the wall

To be closer to the music that they played

You were my oxygen

The thing that made me think i could escape

This is a thank you song for Les and Ray

You were my batteries

The thing that made me think i could escape

Here's a song for Les

Here's a song for Les and Ray..."

Le Tigre - Les and Ray

Yang terlintas di pikiran saya waktu dengerin lagu ini adalah kenakalan dan tawa saya sewaktu kecil.. yaah.. kira-kira mulai umur empat hingga sepuluh tahun. Rasanya hidup nggak ada beban. Bahkan ulangan pun nggak kerasa sebegitu nyereminnya. Makan ya tinggal makan aja, tidur ya tidur aja, mau pipis ya pipis aja, mau ngangkat rok di depan telpon umum ya ayo aja (keanehan saya saat SD).  Saya nggak terlalu ingat apa saja yang terjadi saat saya berumur empat hingga enam tahun. Saya cuma ingat bahwa waktu TK dulu, saya nggak punya teman kecuali beberapa cowok yang bisa diajak coret-coret buku gambar anak lain. Tapi, saya yakin saya pasti sangat bahagia waktu itu. Ayah dan ibu saya selalu meluangkan waktu untuk saya, meskipun mereka berdua sama-sama bekerja. Mereka nggak pernah marah, walaupun saya banyak corat-coret di tembok kamar dengan pensil tumpul, spidol whiteboard, maupun lipstik mama.

Beranjak ke kelas 2 SD, saya mulai punya teman cewek. Ada irma dan bella yang sering menemani saya. Di kelas 3 SD, saya mulai dengerin musik. Idola saya waktu itu Blondie, No Doubt dan The Cure. Saya melihat video mereka di MTV yang waktu itu masih tayang di ANTV. Tapi, yang paling saya suka waktu itu The Cure. Saya langsung jatuh cinta waktu lihat video klip "Friday I'm In Love". Sosok pria dengan rambut yang acak-acakan, lipstik merah dan kaos kedodoran benar-benar bikin saya mengimpikan pria seperti Robert Smith hingga sekarang. Lah.. kok malah ngelantur ngomongin Robert Smith. Ok, kembali lagi ke topik awal. Saya bisa bersenang-senang, tanpa harus mikirin apa pendapat orang lain nanti. Setiap hari cuma ketawa di sekolah, pulangnya main bareng di pohon mangga dekat sekolah, naik sepeda ke mana-mana, pulangnya baru sore(padahal udah dari pagi jam 8an). 

Lalu, saat kelas umur 9 sampai 10 tahun, disitulah saya mulai malas dan beberapa kali sempat tengkar dengan kakak kelas, anak dari sekolah lain dan bahkan orang tua seorang bocah yang sangat menyebalkan! Mau tengkar ya tengkar, mau ketawa ya ketawa... benar-benar spontan sekali apa yang terjadi waktu itu! Sepertinya orang-orang nggak ada yang menyalahkan kita kalau kita gambar-gambar di tembok, buka rok ataupun berlarian di sepanjang jalan. Kalau sekarang.... saya sudah dikira gila pastinya! Saya buka rok pasti sudah dikecam Front Pembela Islam (lagipula saya juga sudah dipastikan bakal tidak melakukannya lagi sekarang. Malu rasanya.. hihi..). 

Saya benar-benar kangen masa kecil saya! Everything went perfect! It was perfect! Nggak ada cela yang bikin hidup jadi terlihat menyebalkan dan busuk! Saya kangen sekali masa-masa itu.. semuanya ajdi lebih seru kaalu di bandingkan dengan sekarang. Pergi ke gigs nggak lebih asik daripada waktu dulu denegrin The Cure. Uuuhhh.. i feel like i don't wanna grow old dan dijejali dengan segala tuntutan yang harus dipenuhi. 

Kadang... saya juga berpikir bakal jadi apa saya sepuluh tahun lagi? Pengangguran? Bekerja di kantor? Atau serabutan dengan pekerjaan yang gonta- ganti? Atau.. nggak usah jauh-jauhlah.. tahun depan saya naik kelas nggak ya? tahun 2011 saya kuliah dimana ya? saya pengen nyenengin orang tua saya juga (selain diri saya sendiri. hehe..). mereka alasan saya untuk usaha lagi dan lagi. saya tahu mereka punya harapan besar sama saya, apalagi saya anak tunggal. siapa lagi yang bisa diharapin?! saya sih tahu kalo saya harus terus berusaha supaya naik kelas, lulus sma, kuliah, kerja (sementara itu dulu). saya harus mengesampingkan ego saya untuk malas-malasan dan main-main terus. tapi, untuk melakukan itu semua ternyata nggak segampang yang diingankan. Yaaahh..  mungkin memang ini yang di sebut resiko menjadi dewasa (pada bocah seumuran saya).